Sabtu, 13 November 2010

Rabu, 11 Agustus 2010

Seputar Hukum Puasa Ramadhan


Telah kita ketahui bersama bahwa puasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam, sehingga bangunan Islam pun bisa tegak dengan adanya salah satu rukun ini. Bukti wajibnya puasa disebutkan dalam firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Puasa ramadhan ini diwajibkan bagi setiap muslim, berakal, sudah baligh, dalam keadaan sehat dan dalam keadaan mukim.



Pada edisi kali ini, remajaislam.com akan mengangkat beberapa hal yang berkaitan dengan hukum puasa Ramadhan. Semoga bermanfaat.

Syarat Sah dan Rukun Puasa

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:[1] (1) Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. (2) Berniat.

Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.”[2]

Namun, para pembaca sekalian perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di hati[3]. Semoga Allah merahmati An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Syafi’iyah- yang mengatakan, “Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”[4] Ulama Syafi’iyah lainnya, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan, “Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidak disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.”[5]

Niat puasa harus diperbaharui setiap harinya dan harus diniatkan sebelum masuk waktu Shubuh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”[6]

Adapun rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[7]. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).

Sunnah-Sunnah Puasa

1. Mengakhirkan sahur. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”[8] Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid,”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh[9] dan sahur kalian?” Zaid menjawab,”Sekitar membaca 50 ayat”.[10]

2. Menyegerakan berbuka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”[11]

3. Berdo’a ketika berbuka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.”[12] Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a, “Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”[13]

Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka); Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.[14] Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.

5. Memberi makan pada orang yang berbuka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”[15]

6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”[16]

Pembatal-Pembatal Puasa

1. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini merupakan pembatal puasa berdasarkan kesepakatan para ulama[17].

2. Muntah dengan sengaja.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qodho’.”[18]

3. Haidh dan nifas. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Keluarnya darah haidh dan nifas membatalkan puasa berdasarkan kesepakatan para ulama.”[19] Jika wanita haidh dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat."[20]

4. Keluarnya mani dengan sengaja. Artinya mani tersebut dikeluarkan dengan sengaja tanpa hubungan jima’ seperti mengeluarkan mani dengan tangan, dengan cara menggesek-gesek kemaluannya pada perut atau paha, dengan cara disentuh atau dicium. Hal ini menyebabkan puasanya batal dan wajib mengqodho’, tanpa menunaikan kafaroh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”[21]. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum.[22]

5. Jima’ (bersetubuh) di siang hari. Menurut mayoritas ulama, jima’ (hubungan badan dengan bertemunya dua kemaluan dan tenggelamnya ujung kemaluan di kemaluan atau dubur) bagi orang yang berpuasa di siang hari bulan Ramadhan (di waktu berpuasa) dengan sengaja dan atas kehendak sendiri (bukan paksaan), mengakibatkan puasanya batal, wajib menunaikan qodho’, ditambah dengan menunaikan kafaroh. Terserah ketika itu keluar mani ataukah tidak. Wanita yang diajak hubungan jima’ oleh pasangannya (tanpa dipaksa), puasanya pun batal, tanpa ada perselisihan di antara para ulama mengenai hal ini. Adapun wanita yang diajak bersetubuh di bulan Ramadhan tidak punya kewajiban kafaroh, yang menanggung kafaroh adalah si pria. Kafaroh yang harus dikeluarkan adalah dengan urutan sebagai berikut: a) membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat, b) jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut, c) jika tidak mampu, memberi makan kepada 60 orang miskin.

Beberapa Hal yang Dibolehkan Ketika Puasa

1. Mendapatiwaktu fajar dalam keadaan junub. Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[23]

2. Bersiwak ketika berpuasa. Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun siwak (ketika berpuasa) maka itu dibolehkan tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat tentang makruhnya hal itu jika dilakukan setelah waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Ada dua pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad dalam masalah ini. Namun yang tepat, tidak ada dalil syari’i yang mengkhususkan bahwa hal tersebut dimakruhkan. Padahal terdapat dalil-dalil umum yang membolehkan untuk bersiwak.”[24]

Adapun menggunakan pasta gigi, lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya.[25]

3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan. Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan bagi orang yang berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan beristinsyaq ketika berpuasa. ... Akan tetapi, dilarang untuk berlebih-lebihan ketika itu.”[26]

4. Bercumbu dan mencium istri selama aman dari keluarnya mani. Orang yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang. Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.[27] An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani”.[28]

5. Bekam dan donor darah jika tidak membuat lemas. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940). Termasuk dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya sama-sama mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun disamakan.[29]

6. Mencicipi makanan selama tidak masuk dalam kerongkongan. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, iamengatakan, “Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.”[30]

7. Bercelak dan tetes mata. Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Pendapat yang lebih kuat adalah hal-hal ini tidaklah membatalkan puasa.” [31]

8. Mandi dan menyiramkan air di kepala untuk membuat segar. Dari Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, beliau berkata, “Sungguh, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ”[32]

9. Menelan dahak. Menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, menelan dahak[33] tidak membatalkan puasa karena ia dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar.[34]

Demikian sajian singkat dari remajaislam.com seputar hukum puasa Ramadhan. Semoga bermanfaat. [Lihat pembahasan selengkapnya di www.muslim.or.id.]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

Rabu, 02 Juni 2010

Patah Tulang (fraktur)


DEFINISI
Patah Tulang (fraktur) adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya.

Jenis patah tulang :

  1. Patah tulang tertutup (patah tulang simplek).
    Tulang yang patah tidak tampak dari luar.

  2. Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk).
    Tulang yang patah tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kulit mengalami robekan.

  3. Patah tulang terbuka lebih mudah terinfeksi.
  4. Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan).
    Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang melawan tulang lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya tulang.
    Sering terjadi pada wanita lanjut usia yang tulang belakangnya menjadi rapuh karena osteoporosis.

  5. Patah tulang karena tergilas.
    Tenaga yang sangat hebat menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi beberapa pecahan tulang.
    Jika aliran darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka penyembuhannya akan berjalan sangat lambat.

  6. Patah tulang avulsi.
    disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon otot tersebut melekat.
    Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.

  7. Patah tulang patologis.
    Terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh ke dalam tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh.
    Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera sama sekali.








PENYEBAB
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh.

Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:

  • Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang

  • Usia penderita

  • Kelenturan tulang

  • Jenis tulang.

Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor bisa mengalami patah tulang.

GEJALA
Nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata.
Nyeri bisa sangat hebat dan biasanya makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan.
Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri.

Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya.

Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.




DIAGNOSA
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.

Kadang perlu dilakukan CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami kerusakan.

Jika tulang mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk memantau penyembuhan.

PENGOBATAN
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana mestinya.
Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi.

Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.

Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).

  • Imobilisasi bisa dilakukan melalui: Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

  • Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah

  • Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.

  • Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.


  • Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
    Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan.
    Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama lagi.





Rabu, 19 Mei 2010

Anda Membutuhkan Kualitas Pemimpin Yang Baik ?


Mencoba mendaki tangga perusahaan jauh lebih mudah jika Anda tahu apa yang dicari perusahaan pada karyawan yang baik. Lebih dari sekedar ketepatan, kehandalan, dan loyalitas, membuat jalan Anda dalam dunia korporat membutuhkan kualitas kepemimpinan yang memadai. Perusahaan terdiri dari individu. Mengetahui bagaimana memimpin individu dengan cara yang menguntungkan orang-orang yang terlibat di dalamnya serta perusahaan adalah penting untuk kesuksesan bisnis.

Salah satu kualitas terpenting pada pemimpin yang baik adalah harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik. Kebanyakan masalah yang muncul dalam hubungan personal dan bisnis dikarenakan kurangnya komunikasi yang memadai. Salah satu elemen komunikasi yang paling penting adalah kemampuan untuk mendengar. Kita semua tahu bagaimana tekanan untuk menyampaikan sesuatu pada seseorang yang merupakan pendengar yang buruk. Ketrampilan mendengarkan yang baik termasuk kontak mata dan feedback yang dibutuhkan dalam hubungan bisnis.

Pemimpin yang baik memiliki antusiasme dan hasrat terhadap pekerjaannya. Bahkan pekerja yang paling ambivalen bisa terinspirasi dengan antusiasme alami yang dimiliki pemimpin yang baik. Tidak seorangpun yang terinsipirasi dengan hal-hal yang lebih besar oleh seseorang yang tidak memiliki antusiasme dan hasrat. Salah satu bagian terpenitng dalam antusiasme adalah sikap positif. Orang merasa tidak suka dengan hal yang negatif dan tertarik dengan pemimpin yang memiliki sikap positif.

Salah satu kualitas yang paling penting dan intrinsik pemimpin yang baik adalah inisiatif. Pemimpin yang baik melihat sesuatu yang perlu diperhatikan dan melakukannya tanpa menunggu disuruh. Mengambil inisiatif adalah yang harus dimiliki pemimpin.

Bagian penting lainnya menjadi pemimpin adalah mampu membuat keputusan, bahkan yang sulit sekalipun. Pengambilan keputusan membutuhkan kemampuan untuk melakukan riset. Pemimpin yang baik mengumpulkan semua informasi dan menimbang dengan penuh perhitungan faktor-faktor yang ada di dalamya untuk membuat keputusan yang paling benar. Hampir sama pentingnya dengan mempertahankan keputusan yang mereka buat. Meski jika keputusan menghasilkan konsekwensi yang sebaliknya, pemimpin yang baik akan ada di balik alasan membuat alasan tersebut. Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang baik akan belajar dari kesalahannya dan tidak mengulanginya.

Menjadi pemimpin yang bisa diandalkan dan menginspirasi adalah tentang kerja keras dan membentuk perilaku baik. Banyak organisasi yang dijalankan oleh pemimpin yang sukses menawarkan workshop simulasi kepemimpinan bagi mereka yang ingin meningkatkan kemampuan kepemimpinan mereka. Workshop ini fokus pada meningkatkan dan membentuk kualitas yang membuat pemimpin yang baik. Dengan bantuan para profesional ini, banyak pemimpin yang menyaring kualitas yang ada didialmnya yang akan membuat mereka menjadi pemimpin yang baik.


Penulis: Art Gib adalah seorang penulis freelance
Sumber: http://leadership.bestmanagementarticles.com

Diterjemahkan oleh: Iin – Tim Pengusahamuslim.com
Artikel: pengusahamuslim.com

Kamis, 06 Mei 2010

Puluhan Murid SD UN di Bekas Gedung Terbakar

Liputan6.com, Samarinda: Malang sekali nasib 31 murid Sekolah Dasar Negeri 07 Kecamatan Sungaikujang, Samarinda, Kalimantan Timur. Mereka terpaksa mengikuti ujian nasional di bekas gedung sekolah yang terbakar, dengan sejumlah dinding dan jendela terbuka. Akibatnya, konsentrasi para siswa terganggu karena saat hujan turun, air hujan masuk melalui jendela.

Tak hanya itu, plafon sebagian besar ruang kelas juga rusak karena lapuk dan ambrol. Kondisi sekolah seperti ini disebabkan gedung sekolah dilalap api tiga bulan lalu. Sejauh ini, hanya dua dari enam ruang kelas yang bisa digunakan untuk kegiatan belajar setiap harinya. Murid-murid pun terpaksa harus bergantian menggunakan kelas.
Herannya, hingga kini pemerintah kota setempat belum juga memberi perhatian untuk memperbaiki gedung sekolah tersebut. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda 2010 mencapai Rp 2,4 triliun.(AST/ANS)

Rabu, 28 April 2010

Hidayah Milik Allah

At Tauhid edisi VI/13

Oleh: Rian Permana

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah Ta’ala, mungkin kita sering berfikir, sudah banyak sekali cara kita untuk menyadarkan seseorang yang kita cintai, untuk merubah sifat seseorang yang sangat disayangi. Akan tetapi, segala cara dan upaya kita, ternyata tidak mampu untuk merubahnya menjadi seseorang yang baik. Sebenarnya apa yang salah dengan upaya kita, bagaimanakah caranya agar kita dapat merubah seseorang?

Mengenai hal ini, perlu kita ketahui, hidayah atau petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana pun kerja keras kita untuk menyadarkan seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang tersebut tidak akan berubah sampai Allah memberikannya hidayah. Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).

Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini, “Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.

Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”

Nabi Yang Mulia Sendiri Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik

Turunnya ayat ini berkenaan dengan cintanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pamannya Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara dan upaya yang dilakukan beliau untuk mengajak pamannya kepada kebenaran, tidak sampai membuat pamannya menggenggam Islam sampai ajal menjemputnya. Seorang rosul yang kita tahu kedudukannya di sisi Allah saja tidak mampu untuk memberi hidayah kepada pamannya, apalagi kita yang keimanannya sangat jauh dibandingkan beliau.

Tidakkah kita melihat perjuangan Nabi Allah Nuh di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya? Waktu yang mencapai 950 tahun tidak dapat menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah Allah, bahkan untuk keturunannya sendiri pun ia tidak dapat menyelamatkannya dari adzab, Allah berfirman yang artinya “Dan Nuh memanggil anaknya yang berada di tempat yang jauh, ‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’. Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)

Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh berdoa (yang artinya),“Dan Nuh pun menyeru Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46)

Contoh lainnya adalah apa yang dialami oleh Nabi Allah, Ibrohim. Berada ditengah-tengah orang-orang yang menyekutukan Allah, ia termasuk orang yang mendapat petunjuk. Allah dengan mudahnya memberikan hidayah kepada seseorang yang dikehendakinya, padahal tidak ada seorang pun yang mengajarkan dan menerangkan kebenaran kepadanya, Allah berfirman yang artinya “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan! Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya’.” (QS. Al-An’am: 75-79)

Dari hal ini, sangat jelaslah bagi kita, hidayah hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendakinya. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang telah Allah sesatkan, tidak ada seorang pun yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah berfirman yang artinya “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213) dan Allah berfirman yang artinya “Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-zumar:23).

Cara Menggapai Hidayah

Setelah mengetahui hal ini, lantas bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya membuat orang lain mendapatkan hidayah?

Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah:

1. Bertauhid

Seseorang yang menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am: 82).

2. Taubat kepada Allah

Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”. (QS. Ar-Ra’d: 27).

3. Belajar agama

Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama”. (HR Bukhori)

4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang

Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-nisa: 66-68).

5. Membaca Al-qur’an, memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya

Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus”. (QS. Al-Isra:9).

6. Berpegang teguh kepada agama Allah

Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).

7. Mengerjakan sholat

Di antara penyebab yang paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).

8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh

Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).

Ibnu katsir menafsiri ayat ini, “Ayat ini adalah permisalan yang Allah berikan kepada teman yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah dan teman yang jelek yang menyeru kepada kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah, maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia bersama teman-teman yang jelek. “

Dengan mengetahui hal tersebut, marilah kita berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak orang lain untuk melakukan sebab-sebab ini, semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi sebab kita mendapatkan hidayah Allah. Syaikh Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah jum’atnya “Semakin seorang meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah hidayah padanya. Seorang hamba akan senantiasa ditambah hidayahnya selama dia senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat hidayah/petunjuk, dia semakin menambah ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah hidayahnya selama ia menambah ketaqwaannya.”

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling kita, aamiin. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in. [Rian Permana]